Rabu, 13 November 2013

Perempuan Dalam Iklan Produk Kosmetik Menurut Sudut Pandang Feminis



PEREMPUAN DALAM IKLAN KOSMETIK
(Tinjauan Tentang Iklan Dari Sudut Pandang Feminis) 
Oleh : Hendri Mahasiswa STT GKE Banjarmasin

Pendahuluan
Persaingan antarproduk dalam merebut pangsa pasar makin hari tampak makin ketat. Bersaingnya produk- produk sejenis dalam merebut hati calon pengguna makin ketat, mengingat berbagai produk terus bermunculan demikian juga produk-produk perusahaan berkembang demikian pesat dengan tujuan memenuhi keinginan serta selera pengguna.  Produk kosmetika adalah bagian dari perkembangan produk-produk yang dikembangkan. Karena itu, untuk memperoleh pangsa pasar yang memadai, maka berbagai cara ditempuh, misalnya melalui iklan televisi yang dilakukan secara menarik, gencar dan intens.
Dewasa ini banyak sekali iklan yang menawarkan berbagai kemudahan untuk mendapatkan apa yang diinginkan kebanyakan wanita pada umumnya.  Salah satunya adalah iklan kosmetik yang menampilkan wanita cantik yang mulus, tinggi, putih, hidung mancung, bibir tipis dan lain sebagainya. Keberadaan iklan menciptakan suatu gambaran baru masyarakat dalam menciptakan image atau citra diri dari manusia itu sendiri baik perempuan atau laki-laki. Keadaan inilah yang ingin kelompok soroti dalam perspektif feminis dalam menilai suatu iklan khususnya iklan kosmetik yaitu sebagai berikut.
I.       Perempuan Dalam Iklan Kosmetik
Tayangan-tayangan iklan yang menarik menjadikan pikiran masyarakat tertuju pada produk yang telah ditampilkan ataupun ditawarkan oleh produk iklan. Iklan memiliki pengaruh yang sangat luar biasa terhadap audiens. Iklan adalah alat paling jitu untuk memperkenalkan sebuah produk pada pengguna yang sebelumnya tidak tertarik menjadi tertarik. Iklan sudah bukan barang baru lagi dalam pertelevisian Indonesia. Bahkan iklan telah beranjak dari posisinya yang hanya “jualan” menjadi bagian dari tontonan. Dengan durasi yang hanya beberapa saat menjadikan iklan bagaikan sebuah drama pendek dengan berbagai tema romantis, komedi, bahkan horor. Salah satu tayangan mendominasi layar kaca adalah iklan-iklan kosmetik. Tidak terhitung banyaknya iklan yang mengangkat tema seputar  wanita, mulai dari iklan shampo hingga iklan deodoran dan produk kosmetik yang lain.
“Tampak Seperti Sepuluh tahun lebih muda dengan Pond’s Age Miracle atau untuk kulit tampak putih merona dan bersinar”.  Ini adalah salah satu iklan yang nenawarkan kulit wajah yang putih dan bersinar hanya dengan menggunakan salah satu produk kecantikan yaitu Pond’s. Tentu hal semacam ini sangat membuat perempuan tergiur untuk menggunakannya demi mendapatkan kulit yang putih dan bersinar seperti perempuan di dalam iklan tersebut. Standar kecantikan telah diciptakan melalui iklan dan suatu paradigma baru dalam kalangan masyarakat telah diciptakan. Banyaknya iklan yang berlabel whitening menuntut perempuan untuk merasa perlu berjuang agar menjadi selangkah lebih maju dari keberadaannya sekarang.
 Manusia cenderung meniru apa yang dilakukan oleh orang yang dianggap lebih darinya. Misalnya dalam hal penggunaan kosmetik, pengguna cenderung meniru tokoh yang diidolakan dalam hal kecantikan seperti artis sinetron yang cantik. Produsen harus mengetahui tingkat aspirasi pengguna. Jika pengguna mempunyai aspirasi bahwa wanita itu harus cantik dan anggun maka mereka akan mengikutinya. Demikian juga halnya dengan iklan kosmetik, sabun atau lain sebagainya, dalam iklan tersebut, perempuan cantik berkulit putih berbody seksi menjadi bintangnya. Perempuan-perempuan dalam kategori itulah yang menjadi ikon dalam sebuah iklan. Seolah-olah kulit putih nan mulus dari perempuan dalam iklan itu adalah representasi dari iklan kosmetik atau produk yang dipromosikan itu.
Iklan kosmetika di televisi, pilihan rata-rata adalah pemanfaatan bahasa tubuh perempuan yang berlebihan, bahkan terkesan cenderung menonjolkan sensualitas untuk menarik perhatian calon pengguna. Sebenarnya, pemanfaatan tubuh perempuan dalam iklan kosmetika itu sah-sah saja, mengingat iklan kosmetika memang kebanyakan diperuntukkan bagi perempuan. Namun, menjadi persoalan serius ketika penampilan bahasa tubuh perempuan yang terkesan sensual tersebut justru lebih menonjol dari penampilan produknya itu sendiri.  Pada akhirnya menimbulkan kesan bahwa bodi dan eksploitasi dari tubuh  perempuanlah yang lebih utama dan menjadi “produk” unggulan. Orang menjadi menyenangi khususnya laki-laki kepada iklan tersebut, bukan pada iklan utama (sabun, kosmetik atau produk yang dipromosikan) tetapi kepada perempuan cantik yang menjadi model dari iklan tersebut.  
 Seorang Tokoh bernama Cronin,  dalam iklan “yang dihubungkan dengan perempuan” cenderung bersifat tidak refleksif dan dibangun berdasarkan konfigurasi perbedaan sosial yang konvensional, yang dikenal luas dalam budaya popular, misalnya tanda “perempuan cantik” (sebagai kulit putih dan kelas menengah ke atas) sebagai ikon kecantikan.[1] Ia berpendapat bahwa iklan yang dikaitkan dengan perempuan cenderung untuk bersifat “mengajari”. Ia menambahkan bahwa yang diajarkan iklan-iklan kosmetika adalah pemaknaan tanda perempuan sebagai berkulit putih, kelas menengah atas dan memiliki kecantikan yang ideal.[2]
II.                Dampak Pemodelan Perempuan Dalam Iklan Bagi Masyarakat
Banyaknya iklan kosmetik telah merekonstruksikan bagaimana citra perempuan di dalam masyarakat. Oleh karena itu, ada beberapa implikasi iklan kosmetik bagi perempuan sebagai berikut:
·         Produk iklan kecantikan membawa dampak yang buruk bagi perempuan karena mereka telah menciptakan suatu standar baru bagi kecantikan. Standar yang ditetapkan adalah perempuan yang berambut lurus, putih, hidung mancung, mempunyai tubuh yang tinggi dan lain-lain tetapi bagaimana dengan perempuan yang berambut keriting, hitam, hidung pesek, pendek apakah mereka dianggap sebagai perempuan jelek. Dengan demikian dampaknya akan terasa kepada pihak yang tidak memiliki tubuh seperti perempuan di dalam iklan.
·         Produk kecantikan lain seperti iklan sabun, deodorant, lotion dan lain-lain yang lebih menunjukan kemolekan tubuh; menunjukan beberapa bagian-bagian sensitif perempuan seperti punggung, paha, dada dan lain-lain. Ini menempatkan perempuan hanya sebagai objek fantasi laki-laki, dengan kata lain  bahwa perempuan yang cantik akan disukai laki-laki.
·         Menurut Marianan Amiruddin yang mengutip Elaine bahwa “sangat memperihatinkan bila perempuan-perempuan yang tidak bisa mencapai wacana dominan tentang tubuh ideal membuat mereka terobsesi dan memaksakan diri dengan berbagai upaya yang bahkan membahayakan mereka misalnya mengenai warna kulit. Bagaimana mungkin kulit hitam bisa menjadi putih hanya dengan kosmetik ? dari sisi lain hal ini secara tidak langsung adalah sebuah pelecehan terhadap orang yang berkulit hitam. Terkadang dengan adanya perbedaan warna kulit ini menimbulkan sikap yang membaggakan diri apabila tubuhnya ideal dan merasa rendah diri apabila tidak mencapai suatu standar kecantikan. Dengan adanya kelas karena warna kulit seperti diatas adalah karena adanya suatu tuntutan modernitas yang memiliki hubungan dengan artikulasi material. Sehingga dari artikulasi itu muncul dorongan-dorongan yang mengarah kepada tuntutan substansial.[3]
III.       Dampak Iklan Bagi Perempuan
Iklan dikemas sedemikian rupa untuk menarik perhatian para pengguna produk, dan untuk hal itu maka perempuan digunakan sebagai objek dan kecantikan menjadi standar yang digunakan. Kita semua terpesona dengan kecantikkan.[4] Iklan-iklan di media yang ditayangkan menciptakan banyak wanita yang cantik dan menarik dan menjadikan lelaki sebagai pengukur kecantikan perempuan. Sehinggga para perempuan yang menjadi pengguna menjadi terpengaruh untuk mencoba produk yang ditawarkan dan menjadikan perempuan sebagai korban dari iklan. Banyak wanita merasa bahwa dirinya kurang menarik karena mereka tidak dapat memiliki wajah atau bentuk tubuh tertentu yang mereka idam-iadamkan seperti yang nampak pada iklan yang ditayangkan. Karena hal ini maka banyak wanita melakukan berbagai alternatif dan menghabiskan uang untuk membuat dirinya menarik dan cantik.
Iklan sudah menjadikan banyak wanita lupa akan keberadaan dirinya dan apa yang ia miliki. Suatu harapan baru muncul ketika iklan kosmetik menawarkan solusi mudah untuk mendapatkan kecantikan melalui berbagai produknya. Inilah yang amat disayangkan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa perempuan sendiripun mengakui hal itu bahkan menggunakan berbagai produk itu. Hal ini hanya sebatas penjualan produk tetapi dampak yang lebih parah lagi ketika perempuan yang sudah dikonstruksikan oleh iklan mengenai kecantikan memakai hal itu untuk menilai perempuan lain. Oleh karena itu, sikap menyudutkan biasa saja dilakukan oleh laki-laki atau perempuan dalam memandang perempuan lain yang tidak sesuai dengan karateristik kecantikan di dalam iklan. Berikut adalah dampak langsung dari pemodelan perempuan dalam iklan produk kecantikan atau kosmetik :
·         Terbentuknya Pola Pikir Negatif Tentang Standar Kecantikan
Standar kecantikan yang dibentuk atau di hasilkan oleh iklan selalu di kategorikan sebagai seorang yang berkulit putih, bertubuh langsing, berambut panjang dan lurus. Ini menjadi masalah mengingat ada ras-ras tertentu yang keadaan fisiknya sama-sekali berbanding terbalik dengan standar yang ditetapkan oleh iklan. Misalnya gadis-gadis atau perempuan-perempuan dari antara saudara-saudara kita di Indonesia bagian Timur atau daerah-daerah lain di belahan bumi ini yang pasti memiliki warna kulit maupun bentuk fisik yang berbeda dari perempuan yang ada dalam iklan. Apakah mereka harus dimarginalisasikan gara-gara standar kecantikan yang di hasilkan oleh iklan-iklan dengan model-modelnya yang berkulit putih, berambut lurus tersebut.
·         Perempuan Menjadi Lebih Konsumtif.
    Perempuan adalah konsumen potensial sehingga mereka manjadi sasaran empuk penawaran berbagai produk. Hal ini berakar pada peran perempuan sebagai pengurus rumah tangga dan pemeliharaan kecantikan. Perempuan harus membelanjakan semua kebutuhan rumah tangga, termasauk kebutuahan-kebutuhan khas suami seperti roko, minuman, makanan kesukaan, atau berabgai jenis pakaian.[5]
Gadis Arivia dalam Jurnal Perempuan (Yayasan Jurnal Perempuan: 2003) di Indonesia, industri televisi  sendiri belum berani mengangkat isu-isu feminis di dalam programnya untuk meng-counter sebuah iklan yang demikian deras terhadap perempuan.             Yang terjadi justru sebaliknya karena industri televisi yang amat padat modal yang tidak mungkin untuk diharapkan menyetop iklan-iklan yang menyudutkan femininitas perempuan seperi produk pelembab tubuh sekaligus memutihkan atau pembalut wanita sehari-hari, karena iklan inilah yang menjadi darah segar bagi kelangsungan hidup industri ini.[6]

IV.             Penutup
Iklan produk kecantikan,  baik di media elektronik, cetak maupun yang terpampang dalam spanduk-spanduk, baleho di sudut-sudut jalan kota dan sebagainya terlihat begitu sangat banyak, seperti iklan sabun, make-up, lipstick, obat-obatan untuk melangsingkan tubuh dan produk yang lain. Iklan dalam kategori itu pada umumnya menjadikan perempuan sebagai model, karena memang hal itu kebanyakan diperuntukkan bagi kaum perempuan. Dewasa ini, kecantikan seseorang sudah di atur oleh masyarakat sendiri, iklan yang kian gencar-gencarnya nampaknya kian pula mengkontaminasi masyarakat untuk menilai bahwa dikatakan cantik apabila seseorang memiliki kulit yang putih, tubuh yang langsing, dada yang kencang, rambut yang hitam lurus dan panjang tidak rontok seperti yang tersirat dalam iklan-iklan.
Kenyataan ini berdampak pada rendahnya nilai seseorang, khususnya kaum perempuan sebab mereka pada umumnya terjebak pada apa yang dinamakan kecantikan fisik atau secara lahiriah saja. Tidak jarang pula banyak perempuan yang mengalami berbagai penyakit karena mengejar ukuran itu. Bukankah ini suatu pembodohan?  Apakah cantik hanya dilihat dari sisi fisik saja?
Kecantikan bisa direfresentasikan dengan bentuk-bentuk lain. Prestasi, kebaikan dan kerendahan hati, kebijaksanaan dan banyak hal alamiah yang mungkin lebih bisa dikatakan sebagai refresentasi dari kecantikan seorang perempuan.
























Bahan Bacaan
Aquarini, Representasi Ras, Kelas, Femininitas, dan Globalitas dalam iklan sabun, Yogyakarta: Jalasutra, 2003
Azis, Asmaeny Feminisme Profetik, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2007
Arivia, Gadis, dalam Jurnal Perempuan Yayasan Jurnal Perempuan, 2003
Jakes, T.D. Hai Wanita Engkau Telah Bebas, Jakarta: Imanuel, 2001



[1] Aquarini, Representasi Ras, Kelas, Femininitas, dan Globalitas dalam Iklan Sabun, (Yogyakarta: Jalasutra, 2003) 51
[2] Ibit, 52
[3] Asmaeny Azis, Feminisme Profetik, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2007) 147
[4] T.D. Jakes, Hai Wanita Engkau Telah Bebas, (Jakarta: Imanuel, 2001) 191
[5] Gadis Arivia dalam Jurnal Perempuan (Yayasan Jurnal Perempuan: 2003), 9-10

[6] Ibid, hal 121